Usia remaja merupakan fase kritis di mana pada saat itu ketahanan mental kita diuji oleh berbagai situasi kehidupan. Pada masa itu pula, kita membutuhkan support atau bantuan dari orang-orang terdekat.
Berdasarkan hasil riset terbaru yang dilakukan oleh peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), University of Queensland, Australia, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa 1 dari 20 remaja di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental. Hal ini mengacu pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-V) keluaran American Psychological Association (APA).
Artinya, sekitar 2,45 juta remaja di seluruh Indonesia termasuk dalam golongan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Dalam hal ini, gangguan kecemasan menjadi gangguan mental paling umum dialami oleh remaja berusia 10 hingga 17 tahun. Disusul oleh gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stress pascatrauma (PTSD), dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).
Gangguan kecemasan ini bisa diakibatkan akibat berbagai faktor, seperti genetik, sistem syaraf, keluarga, dan lingkungan sekitar. Bisa juga karena seseorang gagal meregulasi stres yang dialaminya.
Sayangnya, layanan kesehatan di Indonesia sendiri masih kurang memadai. Hal ini karena para tenaga kesehatan belum tentu menjamin kerahasiaan dan cenderung menghakimi masalah yang dimiliki oleh pasien. Selain itu, Indonesia ridak memiliki data mengenai hasil diagnosis kesehatan mental remaja dalam skala nasional.
Source Photo from Pexel/Ryanniel Masucol