Namanya juga hidup, pasti akan ada pertemuan dan ada pula perpisahan. Bisa berpisah dengan orang yang paling kita sayangi, kehilangan binatang peliharaan kesayangan, atau kehilangan memori indah.
Jika sudah begitu, mau nggak mau move on menjadi salah satu opsi untuk melanjutkan hidup. Namun, karena move on perkara mengikhlaskan, sudah pasti rasanya nggak mudah soalnya kita harus bisa menerima kenyataan walau pahit. Makanya, gak heran kalo ada orang yang butuh berbulan-bulan bahkan sampai hitungan tahun untuk bisa move on.
Tenang aja, semuanya normal dan memang ada prosesnya kok. Seperti teori yang bernama ‘The Five Stages of Grief’ alias Lima Tahapan Kedukaan dalam sebuah buku karya Elisabeth-Kübler Ross yang berjudul “On Death and Dying”. Dimana teori tersebut menjelaskan kalo setiap orang akan mengalami berbagai proses sampai berhasil move on.
Setelah dihadapkan pada perpisahan, penyangkalan atau denial menjadi respon pertama yang akan keluar dari dalam diri kita. Misalnya, ketika baru putus kita akan menyangkal “yaudah lah gapapa, emang bukan jalannya” atau “bagus deh, jadi bisa fokus sama diri sendiri”. Tujuannya, nggak lain nggak bukan supaya kita gak tenggelam dalam kesedihan.
Setelah kita mulai menerima realita dan nggak menyangkal lagi, perlahan amarah mulai muncul. Gak masalah kok kalo kita mau marah-marah karena ngerasa dunia gak adil karena harus dihadapkan dengan perpisahan. Jadi, jangan ditahan amarahnya.
Penyangkalan dan amarah sudah diluapkan, sekarang muncul tahapan memohon-mohon atau tawar-menawar. Di sini, kita berupaya untuk mengembalikan semuanya jadi ‘normal’ dengan cara berunding dengan takdir. Contohnya, “Ya Tuhan, aku akan jadi lebih baik lagi kali ini asalkan engkau tetap mempertahankan hubunganku dengannya”. Selain itu, berandai-andai seperti “coba aja…’ atau “kalo aja gue waktu itu…” akan terus berputar di kepala seolah jika kita melakukan hal serupa perpisahan nggak akan terjadi.
Selanjutnya, ada tahap depresi di mana hari-hari rasanya penuh awan mendung, makin hanyut dalam kesedihan, dan merasa kosong. Di tahap ini, nggak jarang orang merasa dia gak bisa hidup tanpa doi.
Di akhir, setelah emosi bercampur aduk sampailah di tahap penerimaan atau acceptance. Bukan berarti udah nggak sedih sih, hanya saja sudah bisa menjalani aktivitas normal lagi. Saat menengok lagi ke belakang sudah bukan doi lagi yang diingat.
Perlu diperhatikan, tahapan-tahapan itu bisa saja berbeda bagi setiap orang. Namun, yang perlu lo tahu nggak masalah kok kalo sudah bertahun-tahun masih belum move on. Soalnya kan move on ajang mengikhlaskan, bukan untuk balapan.
Source Photo from